TEORI KONVERGENSI



Saya miris membaca curhatan orangtua tentang anak-anak yang saat ini melaksanakan pembelajaran di rumah. Ada yang pengen anak-anaknya segera kembali ke sekolah. Katanya susah untuk mendampingi pembelajaran anak di rumah, anak-anak banyak menghabiskan waktu bersama gawai atau banyak main game daripada belajar.
Di awal pandem ini saya pernah menulis tentang pelibatan orangtua dalam proses pembelajaran jarak jauh (PJJ). Saat ini kita sedang dalam kondisi khusus, sedang pandemi. Pandemi itu suatu keadaan dimana wabah penyakit berjangkit secara cepat dan serentak yang meliputi daerah geografi yang luas. Mungkin seumur hidup baru kali ini kita berada dalam kondisi pandemi. Maka ini adalah kondisi luar biasa yang harus disikapi dengan luar biasa juga.
Sudah banyak ulasan tentang kendala-kendala pembelajaran yang dialami selama masa pandemi ini, baik dari sisi orangtua, guru, dan siswa. Coba di-googling, pasti akan banyak artikel yang bisa kita temukan. Tapi yaa seperti kata salah seorang penguji saya waktu seminar kemarin yang mempertanyakan variable karakter yang saya ambil. “Apa yakin mau meneliti tentang karakter, itu sudah banyak hasil penelitiannya.” Walau masalah karakter ini sudah banyak ahli yang meneliti, sudah dibuatkan program khusus oleh pemerintah, tapi tetap masih menjadi kendala hingga sekarang.
Seperti karakter, pelaksanaan PJJ pun masih terus dikeluhkan, baik oleh orangtua maupun guru. Sedangkan siswa tidak banyak yang mengeluh. PJJ memberikan banyak waktu bagi mereka untuk menamatkan bacaannya di wattpad, webtoon, mereka juga bisa mengembangkan hobi bermain game-nya ....
Wilhelm Louis Stern (1871-1938), seorang psikolog dan filsuf dari Jerman yang menjadi pelopor dalam bidang psikologi kepribadian dan kecerdasan mengemukakan teori konvergensi. Teori ini merupakan perpaduan antara pandangan nativisme dan empirisme yang menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia. Faktor pembawaan tidak berarti apa-apa tanpa faktor pengalaman (lingkungan) dan demikian pula sebaliknya.
Aliran konvergensi turut mempengaruhi pemikiran Ki Hadjar Dewantara, bapak pendidikan Indonesia ini menyatakan bahwa keluarga merupakan bagian dari tripusat pendidikan. Keluarga, sekolah, dan masyarakat merupakan lingkungan tempat proses pendidikan berlangsung. Jadi, orangtua jangan beranggapan kalau anak hanya akan belajar jika pergi ke sekolah.
Orangtua memang tidak dapat menggantikan peran guru dalam artian guru yang professional. Seorang guru harus menyelesaikan pendidikan bertahun-tahun dan mengikuti berbagai pelatihan agar dapat menjadi guru professional. Guru profesional tidak hanya dituntut menguasai bidang ilmu yang akan diajarkan, tapi juga harus menguasai dan memahami tentang ilmu pedagogi.
Walaupun orangtua bukanlah seorang pendidik professional, namun sejatinya orangtua juga seorang pendidik, bidang yang diajarkan kepada anak-anak pun berbeda dengan seorang guru. Orangtua berkewajiban mendidik dan mengajarkan banyak hal selama anak-anak di rumah. Mengajarkan hal-hal yang sulit bagi guru untuk mengajarknnya di sekolah, seperti mengajarkan anak untuk mencintai lingkungan, mengajarkan kemandirian, pembiasaan ibadah, berliterasi, dan lainnya. Orangtua juga dapat mendidik anak melakukan hal-hal positif yang nantinya akan menjadi kebiasaan, budaya, dan karakter yang tertanam didiri anak.
Merujuk kepada teori konvergensi, proses pembelajaran anak akan sukses jika anak memiliki pembawaan yang baik dan juga berada pada lingkungan pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat) yang baik. Orangtua tidak seharusnya mengeluh dan keberatan dengan keberadaan anak di rumah. Karna disaat pandemi rumah adalah tempat paling aman bagi anak. Orangtua yang selalu mengeluh mengindikasikan bahwa mereka belum siap untuk mensukseskan proses belajar anak-anaknya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pemberi Inspirasi (Resensi Buku "Gurunya Manusia")

SCIENCE CLUB EKONOMI MAN 1 PEKANBARU : Belajar bersama, berprestasi, dan bahagia !!!

KARIER PROTEAN GURU