MANAJEMEN PRIVASI KOMUNIKASI
Karna ada banyak buku komunikasi yang saat ini bertebaran di rumah, jadi iseng-iseng ini saya baca buku tentang teori komunikasi. Salah satu teori yang dipelajari dalam ilmu komunikasi adalah teori manajemen privasi komunikasi.
Teori ini merupakan salah satu teori komunikasi yang membahas hubungan antar-individu. Hal yang menjadi perhatian utama teori ini adalah manajemen atau pengelolaan ketegangan antara keinginan bersikap terbuka atau memiliki keterbukaan atau bersikap tertutup (privasi), antara menjadikan diri sebagai bagian dari publik atau bersifat pribadi.
Petronio, tokoh yang memperkenalkan teori ini menyatakan bahwa individu yang terlibat dalam suatu hubungan dengan individu lainnya akan terus menerus mengelola garis batas atau perbatasan dalam dirinya yaitu antara wilayah publik dan wilayah privat, antara perasaan/pikiran yang ingin mereka bagi dengan orang lain dan antara perasaan/pikiran yang tidak ingin mereka bagi dengan orang lain (Morissan, 2013:318).
Terkadang perbatasan antara wilayah publik dan wilayah privat dapat ditembus atau dapat dilalui, ini berarti informasi tertentu dapat dapat diungkapkan kepada orang lain, namun pada saat lain garis batas tidak dapat ditembus, berarti informasi tidak dapat dibagi kepada orang lain.
Tentu saja, daya tembus perbatasan akan berubah, dan terkadang situasi tertentu akan mendorong dibuka atau ditutupnya suatu perbatasan. Menutup perbatasan akan mengarah pada otonomi atau kemandirian serta keamanan diri yang lebih besar, sedangkan membuka perbatasan akan mendorong keakraban dan rasa saling berbagi yang lebih besar tetapi juga menunjukan kelemahan pribadi yang lebih besar.
Petronio melihat bahwa pengelolaan perbatasan (boundary management) antara wilayah pribadi dan publik adalah suatu proses yang menggunakan aturan. Dalam hal ini aturan yang dibuat dalam mengelola perbatasan memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Aturan dibuat berdasarkan hasil negosiasi .
2. Aturan dibuat dengan mempertimbangkan resiko-manfaat.
3. Aturan dibuat dengan mempertimbangkan Kriteria lain.
Saat ini media sosial banyak diakses untuk mengekspresikan kepribadian pemilik akun, dengan menuliskan status atau mengunggah foto dan video. Saat ingin membagikan informasi pribadi di media sosial, maka pemilik akun melakukan proses negosiasi di dalam dirinya terkait dengan keinginan membuka informasi privat. Tarik menarik antara kebutuhan untuk berbagi informasi dan kebutuhan untuk melindungi diri ini selalu ada dalam setiap pengambilan keputusan saat kita akan mengunggah informasi di media sosial.
Kita mungkin sering mendengar ungkapan “Jangan semua informasi dibagikan di media sosial.” Nah, sebenarnya membagikan informasi pribadi itu adalah hak setiap pemilik informasi. Namun, tiap individu harus memahami konsekuensi saat membagikan informasi pribadinya kepada publik.
Jadi, sejalan dengan teori manajemen privasi komunikasi, saat menggunakan media sosial kita harus memikirkan dan harus membuat keputusan yang tepat mengenai apa yang diunggah, siapa yang bisa menerima unggahan kita serta kapan dan bagaimana kita mengunggahnya.
Saat akan menggunggah informasi di media sosial kita harus memikirkan “rasio resiko-manfaat (risk-benefit ratio). Apakah unggahan kita akan memberikan manfaat bagi diri kita atau malah sebaliknya. Memikirkan tentang resiko berarti berpikir mengenai cost dan reward yang akan kita terima saat kita mengungkapkan informasi pribadi kepada publik di media sosial.
Komentar
Posting Komentar