MUTU PENDIDIKAN dan KEMANDIRIAN BELAJAR
Sekolah sebagai sebuah
lembaga penyelenggara pendidikan memiliki peran dan fungsi strategis dalam
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, oleh karena itu sekolah harus
memiliki program peningkatan mutu, agar pendidikan yang dilakukan sejalan dengan
perkembangan pengetahuan dan teknologi yang saat ini melaju dengan cepat. Jika mengacu pada Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 pasal 49 ayat (1), peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat dilakukan
dengan memperbaiki sistem pengelolaan dengan menerapkan
manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan kemandirian, kemitraan,
partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Penerapan
manajemen berbasis sekolah memang diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan secara terus menerus dan berkesinambungan (continous improvement). Namun, pendidikan
merupakan suatu upaya yang dinamis yang tidak dapat meninggalkan para pelakunya
dalam upaya mencapai pendidikan yang bermutu.
Seorang pakar mutu, Philip
Crosby dengan bukunya yang terkenal “Quality is Free” mengungkapkan
bahwa mutu adalah gambaran dan
karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa sesuai dengan yang diisyaratkan
atau distandarkan. Crosby
sering diasosiasikan dengan dua ide yang menarik dan sangat kuat dalam mutu.
Pertama, ide bahwa mutu itu gratis. Menurutnya, terlalu banyak pemborosan dalam
sistem saat mengupayakan mutu. Kedua, ide bahwa kesalahan,
kegagalan, pemborosan, dan penundaan waktu, serta semua hal yang tidak bermutu
lainnya bisa dihilangkan jika sebuah lembaga memiliki kemauan untuk ini. Kedua
ide Crosby merupakan gagasan yang kontroversial, tapi sangat menarik jika
diterapkan dalam dunia pendidikan.
Saat ini zaman berubah dan tujuan pendidikan pun
berubah secara fundamental. Harapan orangtua dan
masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi anak, serta tuntutan dunia usaha
untuk memperoleh tenaga bermutu yang
memiliki kompetensi untuk dapat menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 berdampak
kepada keharusan bagi semua pihak yang
terlibat dalam proses pendidikan untuk mampu merespons dan
mengapresiasikan kondisi tersebut dengan terus meningkatan mutu pendidikan. Dalam lingkup bidang
pendidikan, secara umum terdapat dua pelaku
pendidikan,
yang pada tataran teknis operasional dapat diistilahkan; (1) kelompok yang
disebut peserta didik, dan (2) kelompok yang disebut pendidik dan tenaga
kependidikan. Kedua pihak inilah yang
penting perannya dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Secara
substansial, pendidik dan tenaga kependidikan merupakan salah satu komponen instrumental input yang melakukan
kesatuan proses kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Untuk mendapatkan
pendidik dan tenaga kependidikan yang berkompeten, diperlukan
kesadaran dan kemauan yang kuat untuk melakukan
kegiatan pengembangan diri dan belajar secara madiri. Pendidik dan belajar
sebenarnya merupakan dua hal yang harus selalu beriringan, pendidik yang
kompeten yang memiliki kemauan belajar akan menularkan semangat belajarnya
kepada para peserta didik.
Namun, didasarkan pada
indikator sumber daya manusia yang profesional, masih banyak pendidik yang
belum memiliki kompetensi di bidangnya.
Salah satu penyebabnya karena banyak pendidik memaknai proses belajar hanya
pada jalur pendidikan formal seperti kuliah, dan mengikuti kegiatan
pengembangan diri seperti diklat, workshop dan seminar jika dibiayai oleh
lembaga (sekolah) atau pemerintah. Masalah ini sebenarnya dapat diatasi jika
pendidik memiliki kesadaran untuk melakukan kegiatan belajar mandiri, karena
jika tidak, maka mereka tidak akan dapat mengimbangi kecepatan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang tentunya akan berdampak terhadap mutu
pendidikan.
Peserta didik (murid) adalah potret dari pendidik
(guru). Guru tidak bisa menuntut murid untuk memiliki kompetensi Abad 21 yang
meliputi communication, collaboratin,
critical thinking dan creativity serta
IT literacy jika guru sendiri tidak
menguasainya. Segala hal yang diharapkan dari murid seharusnya dimiliki oleh
guru. Saat guru mengharapkan murid siap
menghadapi era revolusi industri dengan selalu belajar mandiri dengan
menggunakan berbagai media, maka saat itu sebenarnya tututan yang sama juga ada
pada diri seorang guru. Kembali kepada teori Cosby, jika kita dapat memahami
hal-hal yang fundamental dalam suatu proses, maka pemborosan dalam sistem saat mengupayakan
mutu dapat
dihindari. Para pelaku utama yang terlibat dalam proses pendidikan yaitu
peserta didik dan pendidik harus ikut mengupayakan peningkatan mutu pendidikan salah
satunya melalui kemandirian belajar.
Belajar
mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh motif atau niat untuk
menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan
bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Pencapaian kompetensi sebagai
tujuan belajar, dan cara penyampaiannya baik penetapan waktu belajar, tempat
belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar dilakukan oleh
sang pembelajar sendiri.
Dalam upaya meningktkan mutu pendidikan, manajemen
sekolah akan sangat terbantu jika pendidik dan peserta didik memiliki kemadirian
belajar serta memahami esensi dari belajar.
Mutu pendidikan diharapkan akan meningkat seiring
peningkatan kompetensi para pelaku pendidikan. Proses belajar tidak boleh
dihentikan meski kita sudah menyelesaikan pendidikan formal dan mendapat ijazah,
karena sejatinya belajar adalah long life
process, yang dilakukan mulai dari buaian hingga liang lahat.
Komentar
Posting Komentar